Senin, 09 Maret 2009

Al-Wahab Allah SWT & Rumah Tangga Yang Sakinah

Tips Membentuk Keluarga Sakinah PDF Print E-mail
Written by Abu Faizan
Tuesday, 09 December 2008

Al-Wahab Allah Swt & Rumah Tangga Yang Sakinah

Hdh.Mirza Masroor Ahmad aba menerangkan sifat Al Wahab (The Bestower, Maha Penganugerah) Allah Swt, di dalam Khutbah Jumah beliau hari ini.Menjelaskan arti kata 'wahab' berdasarkan Kamus Bahasa Arab, Huzur bersabda, Al Wahab merujuk kepada salah satu sifat Allah Swt yang menekankan bahwa Dia adalah Zat yang suka menganugerahi dan menumbuh-kembangkan para abdi-Nya. Dengan rujukan ini, kata ‘Wahab’ memang sangat signifikan untuk dikenakan kepada Allah.Huzur bersabda, kata 'wahab' ini dapat pula dikenakan untuk manusia. Akan tetapi, Wahab yang sejati hanyalah Allah Swt, Wujud yang senantiasa menumbuh-kembangkan baik diminta ataupun tidak.Kalaulah seorang mukmin merenungkan hal ini, niscayalah ia akan menjadi saksi perwujudan sifat-Nya ini sehingga mengenali Tuhan Yang Maha Hidup yang menyantuni kita semua.Sebaliknya, mereka yang melihat kehidupan ini hanya dengan penglihatan duniawi, maka mereka pun akan melihat materi duniawi sebagai sumber segala-galanya.Huzur bersabda, Allah telah mengajari kita berbagai macam doa yang merujuk kepada sifat Al Wahab-Nya ini, yang pada Jumat ini beliau akan menerangkan satu aspek daripadanya; yang pada pokoknya agar kaum mukminin memperhatikan kewajiban mereka terhadap anak keturunan mereka, mendoakan pasangan hidup mereka dan anak cucu mereka, sehingga akhlakul karimah dan amalan shalihan mereka dapat berlanjut terus dari satu generasi ke generasi berikutnya.Selanjutnya Huzur membacakan ayat 75 Surah Al Furqan (15:75),

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً

yang terjemahannya sebagai berikut: “Dan mereka yang berkata, 'Ya Tuhan kami, anugerahilah kami istri-istri dan anak keturunan yang dapat menjadi penyejuk mata kami; dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang muttaqin.”
Huzur bersabda, doa ini merupakan suatu doa yang lengkap bagi mereka yang mendambakan pasangan hidup mereka ataupun anak keturunan mereka menjadi penyejuk mata (qurrata ayunin) mereka. Ruang lingkup doa ini tak terbatas, jauh di luar jangkauan manusia. Makbuliyat doa bagi kebaikan suami istri maupun anak keturunan ini tidak hanya dapat menyejukkan pandangan mereka pada kehidupan di dunia ini, namun juga akan terus berlanjut pada kehidupan nanti setelah mati. Ialah dikarenakan anak keturunan mereka akan terus mensyukuri dan mendoakan orang tua panutan mereka yang telah mendahului.Kemudian Huzur membacakan ayat 18 Surah Al Sajdah (32:18), yang terjemahannya sebagai berikut:

فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاء بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Maka tiada sesatu jiwa mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”

Yakni, mereka yang dikaruniai nikmat kehidupan rohaniah ini adalah mereka yang bertaqwa, sehingga memudahkan diri mereka untuk beribadat kepada Allah, membelanjakan harta benda semata-mata lillahi Taala, dan melakukan berbagai amal shalih lainnya.Mereka bangun tengah malam [untuk bertahajud] memohon kepada Allah agar senantiasa berjalan di atas jalan sirathal mustaqim; begitupun untuk anak keturunan mereka; serta memohon segala hal yang qurrata ayunin (menyejukkan mata) mereka semua, yang rahasia ilmunya berada di tangan Allah Swt.
Inilah corak doa yang dipanjatkan oleh para abdi Allah yang sejati, yang senantiasa berusaha mewariskan anak keturunan yang teguh ketaqwaannya. Allah Taala mengajari kita dengan doa ini suatu aspek yang sangat penting, ialah jangan hanya memohon untuk kebaikan diri sendiri saja, melainkan juga untuk beberapa generasi berikutnya. Namun, setiap diri kita hendaknya memeriksa diri, apakah ketika memanjatkan doa ini sudah memenuhi hak-hak orang lain ? Apakah sudah memenuhi hak-hak anak keturunan kita yang mengarahkan mereka ke jalan taqwa ? Jika suami istri tidak berusaha menjalani hidup taqwa betapakah mungkin mereka dapat mengharapkan anak keturunan mereka bertaqwa ? Betapakah mungkin mereka dapat memahami manfaat rohaniah dari hidup mutaqin, termasuk keberkatan Khilafat.Sesungguhnya, perolehan manfaat keberkatan adanya Khilafat berprasyarat kepada Amalan Shalihan masing-masing. Jika tidak ada ketaqwaan tentulah tidak akan ada qurrata ayunin bagi kedua belah pihak (orang tua maupun keturunan).Rasulullah Saw bersabda, ''Allah memberkati seorang suami yang bangun di tengah malam [untuk bertahajud] lalu membangunkan pula istrinya, yang jika bermalas-malasan ia akan mencipratinya dengan air ke wajah istrinya itu. Dan Allah Taala memberkati seorang istri yang bangun di tengah malam [untuk bertahajud] lalu membangunkan pula suaminya, yang jika bermalas-malasan ia pun menciprati air ke wajah suaminya itu.'' Lihatlah betapa usaha untuk memperoleh berkat ini berlaku untuk kedua-belah pihak. Huzur bersabda, beliau banyak mendapat keluhan terhadap para suami yang sibuk sendirian bertahajud; kecuali untuk Salat Subuh, mereka enggan atau tak sampai hati untuk membangunkan anak istrinya. Maka bagaimana mungkin mereka memanjatkan doa “...robbana hablana min ajwajina wa dzurriyatina qurrata ayunin..., 'Ya Tuhan kami, anugerahilah kami istri-istri dan anak keturunan yang menjadi penyejuk mata kami...”; yakni bagaimana mungkin mengharapkan agar doa tersebut terkabul ? Betapa mungkin mereka dapat memperoleh 'pandangan yang menyejukkan mata' dari anak keturunan mereka ?Memang Allah Swt adalah Pemilik Segala Sesuatu dan Dia berkenan memberi karunia kepada siapapun yang dikehendaki-Nya, namun Allah pun memerintahkan manusia agar merubah diri mereka terlebih dulu apabila mereka ingin memperoleh sesuatu keberkatan dari-Nya. Rasulullah Saw bersabda, “Tiada pemberian yang lebih baik dari seorang ayah kepada anak-anaknya selain menanamkan tarbiyat akhlak yang baik''. Huzur bersabda, menanamkan akhlakul-karimah ini hanya dapat berhasil apabila orang tuanya pun senantiasa memperlihatkan contoh yang baik.Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menulis, Allah Taala niscaya akan menjadikan anak istri tuan-tuan sebagai qurrata ayunin ('penyejuk mata') hanya apabila tuan-tuan sudah berhasil menjadi hamba-hamba Allah Ar-Rahman dan mendahulukan perintah Allah di atas segalanya. Beliau bersabda, ayat Alquran tersebut pun menegaskan, apabila anak keturunan mereka menjadi orang-orang yang muttaqi, maka mereka pun layak memperoleh status sebagai Imam.Huzur bersabda, untuk keberhasilan Tarbiyyat kaum wanita, kaum pria harus memberikan contoh terlebih dahulu. Bila ayah dan ibu sudah menjadi baik, tentulah anak-anaknya pun niscaya akan menjadi baik.Merujuk kepada Hadith yang tadi telah dibacakan, Huzur bersabda, hal membangunkan pasangan pada dini hari untuk bertahajud hanya akan berhasil apabila ada saling pengertian dan cinta kasih satu sama lain, bahwa kehidupan rumah tangga mereka akan lebih berbahagia apabila mereka saling mengingatkan untuk bersalat Tahajud.Jika tidak, pihak istri pun akan menjadi sasaran kemarahan pihak suaminya. Bahkan pada beberapa kasus, sampai-sampai mereka dipukul. Jika hal ini sampai terjadi, tentulah pihak istri akan menarik diri (withdrawal), mendirikan salat mereka sendiri dan tidak mentaati suaminya sepenuhnya.Maka anak-anaknya pun akan kehilangan kecintaan mereka terhadap praktek keagamaan mereka.Walhasil, kiat keberhasilan mentarbiyati anak keturunan agar menjadi 'qurrata ayunin', yang pertama sekali diperlukan ialah, pihak orang tua harus memperbaiki diri mereka sendiri terlebih dahulu, kemudian memberi contoh.Membacakan beberapa ikhtisar tulisan Hadhrat Masih Mau'ud a.s., Huzur bersabda, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. sangat berharap agar setiap pria Ahmadi unggul dalam urusan rohani. Hendaknya kata-kata beliau a.s. ini membangkitkan semangat kita.Pada zaman dahulu kaum wanita umumnya kurang bependidikan, namun kini telah berubah, dengan karunia Allah, berkat adanya gemblengan tarbiyat kaum wanita sekarang memiliki kesadaran dan sangat tanggap. Banyak kalangan wanita Ahmadi yang menderita batiniah akibat perlakuan buruk pihak suami mereka. Kenyataannya kaum wanita lebih serius dibandingkan kaum pria dalam urusan pendidikan anak-anak mereka. Akan tetapi, cara [keras] kaum pria menangani masalah [rumah tangga mereka] membuat istri mereka memilih perceraian, yang berdampak negatif terhadap kejiwaan anak-anak mereka.Maka suami yang demikian bertanggung jawab atas semua hal ini.Terkait dengan perkara tersebut, alhamdulillah wa syukrillah, Allah Taala telah berkenan mengajari kita suatu doa untuk kebaikan hidup kita di dunia maupun akhirat. Sekaligus juga bagi anak keturunan kita. Dengan perantaraan doa ini Allah Taala hanya menginginkan agar kita memahami kiat dan cara memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat, yang Dia akan anugerahkan kepada kita.Kita perlu senantiasa berintrospeksi dan istiqamah melangkah di berbagai jalan yang dapat menarik keridhaan Allah Swt. Senantiasa menjaga kedamaian suasana rumah tangga, dan mengupayakan kesejukan di dalam diri anak keturunan. Setiap rumah tangga Ahmadi hendaknya rekat di dalam jalinan ketaqwaan. Inilah manfaat yang dapat kita peroleh dari keberadaan Khilafat, yakni mereka yang memuliakan karunia telah menjadi anggota Jamaah pengkhidmat Rasulullah Saw.Satu hal lagi yang dapat membuat ketidak-harmonisan rumah tangga adalah pihak suami yang sangat mendambakan kelahiran anak laki-laki. Huzur membacakan ayat 50 Surah Al Shura,

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثاً وَيَهَبُ لِمَن يَشَاءُ الذُّكُورَ
(42:50)
yang terjemahannya sebagai berikut, “Allah-lah yang memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan segala sesuatu 6yang diinginkan. Dia menganugerahkan anak-anak perempuan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dia menganugerahkan anak-anak lelaki kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Huzur bersabda, oleh karena itu, menyalahkan salah satu pihak [hanya dikarenakan jenis kelamin anak yang baru lahir] tidaklah sesuai dengan jiwa taqwa. Di zaman serba canggih teknologi kedokteran seperti sekarang – yang Allah Taala telah ajarkan kepada manusia – banyak pihak yang telah berhasil. Namun hendaknya diingat, Allah Taala pun telah mengingatkan bahwa Dia adalah Al-Khalik, Yang Maha Pencipta, Dia menganugerahkan apa yang dipandang-Nya baik. Oleh karena itu, pada beberapa kasus, meskipun sudah diupayakan dengan berbagai cara medis, hasilnya masih belum memenuhi apa yang diharapkan. Huzur mengingatkan, perlakuan buruk pihak ayah – yang terkait dengan perkara ini - terhadap istri dan anak-anaknya dapat menciptakan efek negatif yang mendalam di dalam diri anak-anak perempuan mereka. Bahkan pada beberapa peristiwa [yang dilaporkan], Huzur sempat terkejut manakala mendapati mereka memperlakukan anak-anak perempuan mereka laksana kaum jahiliyah pra-Islam. Yakni, wajah mereka menjadi merah padam manakala istri-istri mereka melahirkan anak perempuan.
Huzur kemudian mengisahkan seorang pria Ahmadi yang menikah empat kali berturut-turut hanya dikarenakan istri-istrinya itu hanya melahirkan anak-anak perempuan yang diluar harapannya. Namun setelah beberapa lama, justru istri pertamanya itulah yang akhirnya melahirkan seorang bayi laki-laki.Huzur bersabda, oleh karena itu, mereka yang mendambakan anak ataupun menginginkan kelahiran anak laki-laki hendaknya bedoa memohon kepada Allah Swt sebagaimana yang telah diajarkan-Nya di dalam Alqur’an (37:101 and 3:39)

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاء

Yakni, ia berkata, manakala ada orang yang menyampaikan keinginan mereka untuk mendapatkan anak laki-laki, aku selalu menasehati mereka agar berdoa kepada Allah, memohon agar diberi keturunan yang shalih dan sehat lahir batin (thayyibatin). Sebab, adakalanya justru anak-anak perempuan yang lebih berbakti dan dapat menjaga nama baik orang tua mereka dibandingkan anak laki-laki.Huzur banyak menerima surat dari para orang tua yang mengkhawatirkan nasib anak-anak mereka yang tumbuh di luar kendali. Oleh karena itu Huzur mengingatkan, hal yang pokok adalah mendidik mereka agar bertaqwa dan membiasakan diri untuk ber-amal shalih nahi munkar, jika tidak, semuanya akan mubazir.
Huzur kemudian menyampaikan definisi kaum Shalihin (taqwa) menurut Hadhrat Masih Mau'ud a.s., ialah mereka yang tak mempunyai penyakit rohani, dan juga mereka yang tak memiliki sifat hasad.Mendambakan memiliki anak keturunan yang shalih dan qurrata ayunin (menyejukan mata) dengan cara berdoa seperti yang telah diajarkan, tak akan makbul jika orang tuanya tidak berusaha memperbaiki diri mereka sendiri terlebih dahulu. Yakni, sebelum mereka menjadi Shalihin dan muttaqin. Hal ini hendaknya senantiasa diingat dan dipraktekkan. Semoga Allah memudahkan kita semua untuk melaksanakannya.Amin!

o o O o o
Please note: Department of Tarbiyyat Majlis Ansarullah USA and Jamaat BaKul takes full responsibility of anything that is not communicated properly in this message.
transltByMMA/LA111808

Tidak ada komentar:

Posting Komentar